Jumat, 06 April 2012

Prostitusi Anak-anak Marak di Berbagai Kota

Nama : Yudhi Indra Haryanto
NPM  : 28210726
Kelas  : 2EB20


Prostitusi anak-anak di sejumlah kota yang diteliti di Indonesia, menunjukkan kecenderungan peningkatan yang luar biasa. Kondisi ini diperparah dengan belum adanya sanksi hukum yang tegas bagi pembeli jasa seks anak-anak dan pihak-pihak yang memfasilitasi berlangsungnya praktik ini. Penyelenggara hiburan dan akomodasi masih belum melakukan upaya pencegahan agar anak tidak menjadi korban eksploitasi seksual.
Kenyataan itu terungkap dalam seminar dan lokakarya Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA), Rabu (2/9) di Hotel Sahid Jaya, Jakarta. Digelar Koalisi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak bekerjasama dengan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dengan dukungan Unicef, seminar dan lokakarya memaparkan hasil penelitian di DKI Jakarta, Lombok, Bali, Batam, Pontianak , Bandung, dan Lampung.
Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan Emy Rachmawati mengatakan, fenomena ESKA masih menjadi masalah serius di Indonesia, terutama di daerah perbatasan, daerah perdagangan, dan daerah pariwisata. Anak-anakterutama perempuanberumur 13-18 tahun kerap menjadi obyek perdagangan manu sia untuk tujuan eksploitasi seksual komersial.
Faktor ekonomi memang masih menjadi penyebab utama. Namun, yang mengherankan, ada faktor lainnya berupa mitos di kepala orang dewasa, baik orang Indonesia maupun asing, yaitu ada anggapan hubungan seks dengan anak itu aman karena anak-anak aman dari kemungkinan mengidap penyakit seks. "Ada pula mitos, ini yang menyedihkan, hubungan seks dengan anak akan membuat awet muda," katanya.       
Menurut Emy, penyebab maraknya ESKA memang karena permintaan yang tinggi dari orang dewasa luar negeri untuk kebutuhan seks yang bersifat paedofilia. Di sisi lain, anak-anak yang menjadi korban acap kali didapati terlibat permasalahan ekonomi dan keluarga yang bermasalah.
Mantan Deputi Perlindungan Anak Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan, Surjadi Soeparman mengatakan, sampai sekarang sulit memperoleh data dan informasi implementasi pemberantasan ESKA yang akurat dan aktual. Belum ada teknologi dan sistem kompilasi data dan informasi ESKA yang mudah dipahami aparat dan hasilnya dapat diakses publik.
Tidak ada database ESKA yang komprehensif, yang ada adalah database sesuai dengan kepentingan/kebutuhan lembaga. Ironis, padahal kita berada pada era teknologi informasi, katanya.
Surjadi mengungkapkan, data yang dihimpun Departemen Sosial memperkirakan bahwa lebih dari 3000 wisatawan dari Malaysia dan Singapura berkunjung setiap minggu ke Batam dengan tujuan melakukan aktivitas seksual dengan pekerja seks. Sek itar 30 persen dari 5000 sampai 6000 pekerja seks adalah anak-anak di bawah usia 18 tahun.
Sementara data yang terakhir dirilis tahun 1998 oleh Koalisi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak menyebutkan ada 40.000 sampai 70.000 anak yang menjadi korban eksploitasi seksual komersial anak. Setelah lebih dari 11 tahun Indonesia tidak memiliki data yang akurat dengan jumlah dan penyebaran ESKA, kata Presiden ECPAT affiliate group in Indonesia, Irwanto.   
Jumlah anak-anak yang terperangkap dalam praktik eksploitasi diperkirakan terus meningkat. Hal ini disebabkan karena permintaan untuk anak-anak oleh jaringan pelacuran di perkotaan dan di daerah wisata terus meningkat. Bahkan, jaringan pelacuran ini pun menggarap anak sekolah sebagai sasaran mereka.
Khusus di Bali, seperti diungkapkan Rohman dan Lombok, seperti dipaparkan Masud dari Santai Mataram, ditemukan pedhofilia yang mencari mangsa anak laki-laki untuk kebutuhan seks pria dewasa yang menyaru sebagai wisatawan atau pekerja profesional di kedua wilayah tersebut.
Sedangkan Batam dan Pontianak, seperti dikatakan peneliti Irwan Setiawan dari Setara Kita Batam dan Aripin Alapan dari YSSN Pontianak, merupakan daerah tujuan di mana anak-anak dijual dan dijadikan pelacur anak dan obyek pornografi.
Seminar antara lain merekomendasikan gerakan kampanye yang sistematis ke sekolah-sekolah, agar anak didik tidak menjadi korban pelacuran terselubung. Kampanye serupa harus juga harus menjangkau anak-anak yang putus sekolah dan kelompok-kelompok masyarakat agar memiliki kepedulian terhadap ESKA.

Penyelesaiannya :

  1. Seharusnya Indonesia membuat undang-undang yang tegas untuk melindungi anak di bawah usia 18 tahun dari eksploitasi seks, supaya orang yang melakukannya bisa jera dan di hukum setimpalnya.
  2. Harus di buat LSM yang di tujukan untuk mengolah kreativitas anak supaya anak yang putus sekolah bisa menghasilkan sesuatu yang berguna.

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar